Keterangan Umum
Nama
|
|
G. Gamalama
|
Nama Lain
|
:
|
Piek van Ternat
|
Nama Kawah
|
:
|
Kawah Utama
Letusan yang terjadi dalam tahun 1980 terbentuk lubang baru, kemudian dikenal dengan Kawah Baru yang mengambil tempat di sisi timur puncak pada ketinggian 1700 m atau 175 m sebelah timur Kawah Utama. Lubang tersebut tertutup material pada Letusan 1983 dan 1988
meletus lagi pada tahun 1990 di bulan Rhamadan dan hanya tiga kali letusan besar.
Tahun 2003 letusan secara eksplosif dan debu kasar turun bagian utara Di tahun 2011 ini meletusnya tidak eksplosif tetapi kegiatan erupsinya berlangsung selama 3 minggu.
|
Lokasi
|
:
|
a. Posisi geografi 0o 48' LU dan 127o19,5½ BT
b. Administrasi : Pulau Ternate
Provinsi Maluku Utara.
|
Ketinggian
|
:
|
1715 m dml, 1690 di atas Kota Ternate
|
Kota Terdekat
|
:
|
Ternate
|
Tipe Gunungapi
|
:
|
Gunungapi berlapis (stratoVolcano), tipe A
|
Pos Pengamatan
|
|
Pos Pengamatan G. Gamalama, Desa Marikrubu, Kecamatan Ternate Tengah (sisi tenggara puncak, 700 m dpl) Posisi geografi 129o21½ BT & 0o07½ LU. Jarak dari puncak 4 km
Instrumentasi seismograf analog 1 komponen (RTS)
Gbr. Puncak
|
Pendahuluan
Cara Mencapai Wilayah/Kota Terdekat;
Kota Ternate di Pulau Ternate dapat dicapai dengan 2 (dua) cara, yakni dengan kapal laut dan kapal terbang. Kapal laut yang melayari route Jakarta ½ Ambon atau Jakarta ½ Jayapura singgah dan berlabuh di Pelabuhan Laut A. Yani, Ternate. Sedangkan dengan kapal terbang dapat ditempuh dari Jakarta dengan via Manado, Makassar, dan langsung dari Jakarta. Sedangkan penerbangan dari Manado atau Ambon langsung ke Bandara Babullah, Ternate.
Demografi
Pulau Ternate adalah pulau gunung api dengan jari-jari 5,8 km seluas 40 km2, pernamenjadi Ibukota Kabupaten Maluku Utara dan pernah menjadi Ibukota Provinsi Maluku Utara sementara (sejak tahun 1999 hingga tahun 2009). Dana sekarang sebagai ibu kota Kota Ternate yang mengambil tempat di sebelah tenggara pulau selain sebagai pusat pemerintahan, juga menjadi pusat perdagangan untuk wilayah Pulau Halmahera dan pulau ½ pulau kecil lain di sekitarnya, apalagi pelabuhan lautnya adalah salah satu pelabuhan persinggahan untuk wilayah timur Indonesia.
Sebagaimana layaknya masyarakat yang dikelilingi oleh laut, maka penduduk Pulau Ternate umumnya nelayan tradiosinal, khususnya yang bermukim di sekitar pantai. Sedangkan sebagian lainnya adalah petani yang bermukim di dataran tinggi. Penduduk yang bercocok tanam umumnya menanam tanaman jangka panjang, misalnya cengkeh, pala, kayumanis, kenari, dan kelapa. Tanaman jangka pendek ditanam sebagai usaha sampingan seperti palawija.
Makanan utama penduduk setempat selain beras, juga kasbi atau ubikayu (singkong) yang diolah khusus dikenal dengan nama huda, bentuknya mirip dengan irisan roti sehingga seringkali diplesetkan menjadi roti maluku, selain kasbi yakni sagu pohon yang diolah secara tradisional hingga menjadi sagu popeda yang warnanya kecoklatan. Beras didatangkan dari Pulau Halmahera atau dari Makassar dan Manado.
Dizaman VOC ratusan tahun yang lalu ketika perdagangan rempah-rempah masih marak, Pulau Ternate terkenal sebagai salah satu penghasil cengkeh atau yang disebut dengan bualawa bermutu baik. Oleh karena itu pulau kecil tersebut menjadi rebutan banyak pihak, antara lain Bangsa Belanda dan Portugis serta Jepang. Dimasa itu pula berkembang satu kerajaan yang digdaya di kawasan tersebut yang dikenal dengan Sultan Ternate.
Kisah tersebut di atas masih menyisakan saksi bisu berupa beberapa bangunan. Benteng pertahanan Portugis, serta Belanda yang masih terpelihara dengan baik adalah , Kalamata, Toloko, dan benteng Kasteel Oranjeï yang saat ini dipergunakan sebagai asrama tentara, dan rumah Sultan Ternate yang dikenal dengan Kedatonï. Kedua bangunan bersejarah tersebut menjadi salah satu asset wisata sejarah yang sering dikunjungi pelancong.
Berkaitan dengan kisah rempah-rempah di Maluku, ada satu pohon cengkeh yang terkenal, yaitu Cengkeh Afo ( ditanam oleh Hi. Afo ). Konon khabarnya pohon cengkeh tersebut adalah salah satu yang tertua di dunia karena sudah ada sejak Zaman VOC dan. Batangnya berdiameter > 10 m atau seukuran 4 pelukan orang dewasa. Pohon tersebut berada pada ketinggian 800 m, sekitar 2 km dari Pos Pengamatan Gunungapi Gamalama di Marikrubu ke arah barat laut. Tempat inipun menarik banyak wisatawan, terutama yang senang berjalan kaki, sambil menikmati kerimbunan pohon cengkeh, kayumanis, dan pala yang tumbuh lebat di lereng tenggara Gamalama.
Tempat lain yang menarik dan masih berkaitan dengan masa lalu adalah bukti keganasan Gamalama sebagai gunungapi. Dalam tahun 1907 tercatat pernah terjadi letusan samping (flank eruption ) di lereng timurlaut Gamalama yang menghasilkan lava. hingga mencapai pantai sepanjang > 3 km, penduduk Ternate menyebutnya Batu Angus. Tempat kunjungan lainnya adalah maar yang dikenal dengan Danau Laguna Tolire Kecil (Lubang Kecil), dan Tolire Jaha (Lubang Besar) yang terletak di sebelah baratlaut. Menurut sejarah geologi lubang tersebut (Tolire Jaha) terbentuk dalam tahun 1775 akibat suatu gempabumi tektonik yang diikuti oleh letusan freatik (lihat Bab Geologi)
Beberapa lokasi lainnya yang biasa dikunjungi para pelancong adalah pantai di Tanjung Sulamadaha, bila air surut dapat dijumpai mataair panas keluar dari celah batu karang. Sangat disayangkan, bahwa semua tempat pelancongan tersebut belum digarap dengan optimal.
Cara Mencapai Puncak
Saat ini ada 2 (dua) jalur pendakian yang biasa digunakan, masing-masing Jalur Marikrubu dan Jalur Ake Tege-Tege. Pendakian melalui Jalur Marikrubu dimulai dari Pos Pengamatan Gunungapi di lereng timut menenggara. Setelah mendaki 1 jam akan dijumpai mataair yang dikenal dengan Ake Abdas (air suci) yang keluar dari celah lava. Dalam waktu 30 menit kemudian pendaki akan tiba di Bukit Melayu, suatu punggungan yang berjurus utara-selatan. Setelah menuruni lembah akan dijumpai Bukit Keramat yang berhadapan dengan G. Arafat dimana puncak dan kawah G. Gamalama berada. Lama pendakian seluruhnya antara 3½- 4 jam.
Apabila menempuh Jalur Ake Tege-Tege (air menetes) pendakian dimulai dari Stasiun TVRI Ternate pada ketinggian 400 m. Jalur ini relatif lebih terjal dibanding dengan jalur sebelumnya. Setelah menempuh perjalanan selama 1-1,5 jam pendaki akan tiba di Ake Abdas dan selanjutnya jalur pendakian sama dengan Jalur Marikrubu.